Khadijah mencintai Rosulullah
Khodijah tidak hanya mengakui kenabian Muhammad saja, tetapi juga mendukungnya hingga titik darah penghabisan. Karena setiap contoh (bukti kenabian) yang Rosul tunjukkan, maka akan (terbukti) kebenarannya, maka dari itu khodijah dengan tulus ingin menjadi pendamping hidupnya. Ketika ia (Rosul) sedih karena perkataan orang Makkah yang tidak mempercayainya dan menganggapnya tidak masuk akal (akan ajarannya), juga karena mereka menolak Muhammad untuk kembali kerumahnya (Makkah-diusir), lalu Khadijah berkata padanya, “Ya Rosulullah, engkau tidak seharusnya bersedih hati, karena sampai saat ini tidak ada seorang nabi yang langsung diterima oleh orang lain (masyarakatnya-tetangga).”
Setelah perkataan Khadijah tadi, kesedihan Muhammad sirna sudah. Muhammad lalu diasingkan bisnisnya (dirampas) dan memulai misi sucinya dengan menghabiskan seluruh hidupnya untuk menyebarkan ajaran Tauhid tentang keesaan Allah.
Kali ini, Khadijah mempercayakan seluruh barang dagangannya pada suaminya. Tahun ke tahun dagangannya berubah menjadi mata pencahariannya. Ia (Khadijah) menjaga anaknya secara maksimal dan juga melakukan pekerjaan rumah sendirian. Meskipun Khadijah merupakan orang kaya, namun ia tetap melakukan kewajibannya sebagai istri dari seorang nabi.
Dalam satu hadits diceritakan, bahwa satu saat malaikat Jibril menceritakan sendiri pada Muhammad, menginformasikan padanya bahwa Khodijah (akan) datang dan membawa hidangan. Ia (Rosul) meminta Allah untuk mengiringi (istrinya) dan menitipkan sebuah salam padanya.
Peristiwa bagian keempat Abu Thalib
Menginjak tahun ke-tujuh kenabian, para oposisi yang tidak mempercayai bertambah kuat dan menambah keras menolak (ajaran) Rosulullah S.A.W. Mereka membuat sebuah perjanjian yang berisi memproklamirkan untuk memboikot Muhammad dan keluarganya yang mulia.
Dalam perjanjian ini dinyatakan bahwa semua kaum (bani) Hasyim dan kaum (bani) Abdul Muthalib diputus-hubungkan, taka da seorangpun yang saling bertanya, juga berbisnis satu sama lainnya; tidak membolehkan memasuki rumah satu kaum dengan kaum lain. Larangan ini terus berlanjut sampai (kaum Hasyim) menyerahkan Muhammad, yang nantinya ia (Muhammad) mungkin saja dibunuh, Na’udzu billah. (Perjanjian) ini bukan merupakan perjanjian lisan semata, tapi (isi perjanjian) itu ditulis dan digantungkan di Ka’bah sehingga dapat dihormati semua orang. Karena perjanjian inilah keluarga Muhammad dipaksa berlindung (disuatu tempat) di lembah luar Makkah.
Mereka (keluarga Muhammad) menghabiskan tiga tahun (disana). Untuk tiga tahun yang panjang, ia (Muhammad), keluarganya, dan orang-orang dari bani Hasyim menderita kelaparan yang sangat. Laki-laki, perempuan, anak-anak, dan orang tua menagis karena kelaparan.
Khadijah beserta suaminya pergi ke tempat terpencil disisi jurang, meninggalkan kenyamanan rumah. Ia bosan dengan segala masalah dan rasa sakit tanpa mengeluh sekalipun. Mereka tabah (menghadapi) semua kesulitan dan bencana (kelaparan), sehingga Islam dapat berkuasa. Karenanya boikot terhadap barang (makanan) tidak mungkin didapat oleh Muhammad juga tidak bisa didapat bila pergi ke pasar di Makkah sebagai bekal. Selama penderitaan ini, mereka mulai memakan dedaunan dari pohon dan juga kulitnya. Jika seseorang ingin mengirim sesuatu pada Rosulullah, maka mereka harus melakukannya secara diam-diam, ketika malam hari dalam kegelapan.
Satu ketika keponakan Khadijah, Hukkam bin Hizam menyerahkan sesuatu yang bisa dimakan melalui pembantunya, maka ia harus membawanya ke sisi jurang. Dalam perjalanannya ia dihadang oleh Abu Jahal yang akan merebut bawaannya, kebetulan seseorang bernama Abul Jatri menghadang (Abu Jahal). Ia (Abul Jatri) adalah seseorang yang baik hati walau ia tak beriman (pada Allah). Ia memberhentikan Abu Jahal dan berkata, “Biarkan ia, jika seorang sepupu ingin mengirimi makanan pada bibinya, kenapa kalian harus ikut campur?”
Kekejaman (karena perjanjian) ini berakhir pada tahun 10 dari kenabian.
Muhammad mencintai Khadijah
Betapa banyaknya penderitaan yang dihadapi Rosulullah kala menjalankan misinya, bisa diketahui bahwa (untuk menjalankan misi itu) terkadang ia dan kenyamanannya harus mengalami ketidaknyamanan sepanjang waktu, (namun) istri tercintanya, Khadijah, selalu berdo’a dengan diam-diam. Dalam situasi yang tidak baik ini, ia tidak hanya menghibur (Nabi), tapi membantu dan menyemangatinya setiap waktu.
Kenyataannya, seorang suami akan sangat mencintai rasa simpati dan cinta istrinya yang terus menerus diperlihatkan pada suaminya (dengan baik), mematuhinya, dan memberi rasa nyaman padanya, dan juga selalu memberi pencerahan dan kebijakan sehingga kemalangan menjauh darinya (suami), dan yang selalu menganggap sepele pada orang yang memusuhi dengan nyata dari para penentang itu.
Oleh karena itu, setelah kematian Khadijah, Rosulullah S.A.W. tidak meninggalkan rumah kecuali mengenangnya dan mendo’akannya.
Muhammad S.A.W. sangat mencintai Khadijah. Selama ia hidup, beliau tidak pernah menikahi wanita lain. Namun sepeninggalnya Khadijah, setiap kali disebutkan namanya, Muhammad akan sangat memujinya. Setiap kali binatang yang disembelih di rumahnya, ia akan mengirimkan dagingnya pada saudara dan kerabat Khadijah.
Aisyah – yang meskipun belum pernah melihat Khadijah – merasa cemburu padanya, seperti tidak ada istri lain (yang cocok) untuk Muhammad.
Sesekali (ketika) Muhammad memujinya (Khadijah), Aisyah bin Ash-Shiddiq merasa cemburu padanya. Ia berkata, “Anda tetap saja mengenang wanita tua yang meninggal itu sampai saat ini, walaupun Allah telah memberimu istri yang lebih baik darinya”. Muhammad tidak suka dengan pendapat itu dan langsung berdiri dengan wajah marah. Ia (Muhammad) berkata, “Tidak, demi Allah! Saya tidak akan mendapatkan istri sebaik ia. Khadijah percaya padaku ketika tak ada seorangpun yang percaya. Ia memberikan kesaksian (mengucap kalimah syahadat) ketika semua orang menentangku. Ia membantuku dengan hartanya ketika semua orang merampas (hartaku), dan Allah menganugerahiku seorang anak darinya”. Dari sana, Aisyah tidak akan pernah lagi mengatakan hal buruk tentangnya (Khadijah). Satu ketika Muhammad berkata bahwa ia sangat mencintai Khadijah.
Khadijah ikut serta menyebarkan agama Islam.
Khadijah tidak hanya menyokong Muhammad dengan melayani dan terus berada disampingnya, tetapi ia juga memberikan seluruh harta dan asset miliknya untuk Muhammad demi Islam tanpa pamrih sedikitpun seakan tak pernah memilikinya sendiri.
Allah yang maha Indah menceritakan tentang Muhammad dalam Al-Quran yang berbunyi:
وَوَجَدَكَ عَائِلاً فَأَغْنَى
Dan Ia (Allah) yang menjadikanmu miskin, dan (lalu yang) membuatmu kaya. (Adl-Dluhaa: 8)Para ahli tafsir menyatakan bahwa dalam ayat ini Allah memberikan kesejahteraan kepada Muhammad melalui harta Khadijah.
Khadijah sendiri tidak pernah menyangka bahwa hartanya sangat bermanfaat (bagi Islam), karena ia selalu berfikir bahwa hartanya itu untuk suaminya, Muhammad, pangerannya di dunia (dalam rumah tangga).
Suatu ketika, Muhammad menyatakan bahwa ia memberikannya harta yang dihabiskan di jalan Allah yang maha Agung.
Zaid bin Haritsah adalah seseorang yang dijual (hamba sahaya) dalam pelelangan di Makkah. Khadijah membelinya dengan uang pribadi dan mempersembahkannya untuk Muhammad yang lalu dimerdekakan dan diangkat menjadi anak angkatnya. Karena itu (pengangkatannya menjadi anak angkat Muhammad) Zaid bin Haritsah memiliki hutang budi pada Khadijah, sehingga ia (Zaid) menjadi orang merdeka dan menjadi seseorang yang paling bernilai dalam komunitas Islam.
Keunggulan dan Kebaikan Khadijah.
Abu Hurairoh R.A. mendapatkan dari Muhammad, ia bekata:
“Ada empat wanita yang lebih unggul dari semua wanita di dunia. Pertama adalah Maryam binti Imron. Kedua adalah Asia, istri Fir’aun. Ketiga Khadijah binti Khuwailid. Dan keempat Fatimah binti Muhammad”.
Ibnu Abbas menyatakan bahwa satu ketika Muhammad menggambar empat garis di tanah dan bertanya, “Tahukah engkau apa ini?”. Lalu para sahabat menjawab, “Allah dan Rosulullah-Nya yang terbaik”. Lalu nabi berkata, “Empat orang wanita yang lebih unggul dengan kelebihannya daripada seluruh wanita didunia:
1. Khadijah binti Khuwailid
2. Fatimah binti Muhammad
3. Maryam binti Imron
4. Asia binti Muzahim, istri Fir’aun
Allah sudah menganugerahi Khadijah sebuah rumah di syurga ketika ia hidup.
Satu ketika, Nabi Muhammad sedang berada jauh dari rumahnya, ini terjadi ketika seluruh bangsa Arab menjadi musuhnya. Khadijah bertemu malaikat Jibril di sela-sela orang-orang dijalanan. Orang ini bertanya tentang mulianya (Muhammad) dari Nabi lain. Ia mulai berfikir curiga bahwa orang asing ini mungkin dari pihak musuh. Ketika ia (Khadijah) menceritakan kejadian itu pada Muhammad, ia berkata, “Itu Jibril, lalu ia menitipkan “Salam” padamu dan memintaku untuk menyampaikan padamu bahwa syurga kelak, engkau akan dibangunkan sebuah istana yang tebuat dari permata yang didalamnya tidak akan berisik, tidak ada pekerjaan (seperti di dunia), tidak ada pegawai juga tidak ada kelelahan” Karena tingginya akhlaq Khadijah, ia dianugerahi gelar terhormat “Thahira” bahkan sebelum memeluk Islam.
Akhlaq dan Sikapnya
Ia adalah seseorang dengan karakter yang mulia dan di posisikan sebagai orang berakhlaq murni. Ia sangat menyayangi anaknya dan mampu menyelesaikan permasalahan pribadi dengan sangat baik. Ia mengatur rumah tangga dengan sangat cerdas. Rosulullah selalu bercerita tentangnya bahwa ia (Khadijah) bagaikan ibu untuk semua keturunan dan bak hiasan dalam rumah (rumah tangga).
Anaknya
Khadijah memiliki beberapa anak dari mantan suaminya dan juga dari Muhammad.
Dari suami pertamanya, Abu Hala, ia memiliki dua orang anak laki-laki. Sedang dari suami yang kedua, ‘Atiq, ia memiliki seorang anak perempuan. Dan dari Muhammad, ia memiliki enam orang anak. Dua laki-laki yang meninggal ketika masih bayi dan empat perempuan. Yang laki-laki bernama Qasin dan Abdullah, sejak kedua anak laki-laki ini lahir setelah datangnya Islam, mereka diberi gelar terhormat “Thahir” yang berarti Suci. Qasim adalah anak yang paling tua. Darinya, Rosulullah memberinya Kunniyat Abul Qasim. Ia meninggal ketika masih bayi di Makkah. Anak yang kedua, Abdullah, juga meninggal di waktu yang masih sangat muda.
Sedang keempat anak perempuan, Zainab adalah yang paling tua. Lalu Ruqoyah, lanjut Ummu Kulsum, dan yang paling muda adalah Fatimah.
Khadijah sangat mencintai anak-anaknya. Sejak remaja, Fatimah sudah mengikat (mempekerjakan) hamba sahaya wanita yang bernama Salamah untuk mengasuh anak-anaknya. Pekerjaannya adalah memberikan makanan dan minuman dan terus mengawasi mereka. Sama seperti yang dilakukan keluarga terhormat bangsa Arab lain.
Kematiannya
Setelah pernikahannya yang hanya 25 tahun bersama Muhammad. Ia meninggal tiga tahun sebelum hijrah dibulan suci Ramadhan. Ketika itu, prosesi penguburan tidak melakukan ritual macam-macam, hanya pengkafanan dan penguburan saja. Muhammad sendiri yang menurunkan tubuhnya kedalam kuburan, tidak percaya bahwa istrinya yang memberinya kenyamanan karena Allah, yang sekarang (giliran) Allah memberikannya kenyamanan itu.
Kuburannya terletak di Hijun, yang sekarang dikenal dengan nama “Jannatul Ma’la”. Khadijah hidup selama 65 tahun. Kematian Khadijah dan paman Nabi, Abu Thalib meninggalkan kesedihan yang mendalam bagi Rosulullah S.A.W. Oleh karena itu, tahun itu dinamakan “Tahun Kesedihan”.
Sekarang (sepeninggal Khadijah), kaum Quraisy mulai menindas Muhammad lebih dari kejam, dikarenakan banyaknya masalah yang diakibatkan daripada sebelumnya. Ketika (Muhammad) mulai tertekan dengan penduduk Makkah, ia berhijrah ke Thaif. Sepanjang hidupnya, Rosulullah S.A.W. tidak pernah melupakan istri tercintanya, Khadijah.
Translated to Indonesian by:
· Muhammad Rasyid Ridlo
· Second Degree Student of Islamic Religion Education Concentrate.
· Islamic Religion College of Persatuan Islam (STAIPI), Bandung.
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar menggunakan bahasa yang baik dan sopan. Terimakasih sudah berkunjung.