Bismillah. Kali ini saya posting tulisan tentang istri nabi Muhammad SAW, Khodijah R.Ah. teman hidup pertama Nabi Muhammad S.A.W. (bagian 1) dari terjemahan buku "Mothers of Faithful" dalam bahasa Indonesia.
Nama dan Silsilahnya.
Namanya Khadijah R.Ah, kunniyatnya adalah Ummu Hind dan gelar yang diberikan padanya adalah Thahirah. Ibunya bernama Fatimah binti Zaidah yang berasal dari keturunan Luwway bin Ghalib anak kedua dari Amir yang silsilahnya sebagai berikut: Khadijah binti Khuwailid binti Asad binti Abdul Uzza binti Qushai binti Kilab binti Murrah. Kakek dari pihak ibunya bernama Usab bin Haram bin Waha bin Hajr bin Abdullah bin Muhais bin Amir.
Khadijah R.Ah termasuk seseorang dari keluarga yang mulia dan terhormat dari suku Quraisy. Ayahnya yang terhormat bernama Khuwailid merupakan pedagang sukses yang tinggal di Makkah dan sangat dihormati oleh kaumnya karena kejujuran dan integritasnya. Qushai adalah kakeknya Khadijah yang juga silsilah dari Nabi Muhammad S.A.W.
Kelahiran dan masa kanak-kanaknya.
Khadijah R.Ah lahir kira-kira 15 tahun setelah tahun gajah, yakni sekitar tahun 555 masehi. Ketika masih anak-anak, ia dibedakan dengan kemuliaan karakter dan kebijakan yang dimilikinya. Ketika ia bertumbuh besar, ia diberi gelar “Thahirah” yang berarti “Suci”, dikarenakan kemuliaan sikap yang diatas rata-rata.
Menurut beberapa hadits, ia diberikan tanggung jawab oleh ayahnya, Khuwailid bin Asad, untuk menjadikan Waroqoh bin Naufal sebagai suami yang ia merupakan orang yang memahami Taurat dan Injil. Namun dengan beberapa alasan, pernikahan itu tidak terlaksana.
Pernikahannya.
Khadijah menikah dengan Abu Hala yang bernama lengkap Hind bin Nabash Tamin. Dari ikatan pernikahan dengannya, Khadijah melahirkan dua orang anak laki-laki. Anak pertama dari Hala meninggal ketika jaman jahiliyyah, dan yang kedua menurut beberapa hadits diberikan kesempatan menjadi sahabat nabi Muhammad S.A.W. Pada periode ini, terjadi sebuah peperangan hebat bernama perang Fijar terjadi. Ayah Khadijah terbunuh pada perang ini. Ini terjadi kira-kira 20 tahun pada tahun gajah.
Setelah Abu Hala meninggal, Khadijah menikah dengan ‘Atiq bin Abid al-Makhzum. Seorang anak perempuan terlahir dari ikatan pernikahan ini. Namun ‘Atiq pun meninggal tidak lama kemudian. Lalu ia (Khadijah) menikah dengan sepupu dari pihak ayah bernama Saiful bin Umayah yang juga menghembuskan nafas terakhir dengan cepat.
Kini Khadijah hidup sebagai seorang janda di Mekkah setelah kematian ayah dan suaminya, dan mulai menjalani hidup dengan sendiri.
Perdagangan.
Keluarga Khadijah adalah bermata pencaharian sebagai pedagang. Namun saat ini tidak ada seorang pun yang mengambil alih bisnis keluarganya dikarenakan banyaknya masalah yang menimpa keluarga Khadijah. Tetapi karena kompetensi Khadijah yang tinggi dibandingkan saudara-saudaranya, maka ia mengambil alih bisnis tersebut. Dan ia memberikan sebagian barang dagangan pada saudara dan rekannya sebagai kompensasi dan meneruskan prosesi transaksi. Karena hal inilah ia mulai mengekspor barang dagangannya (memulai bisnis).
Sampai saat ini, koneksi bisnis kaum Quraisy telah mencapai Syria, karena banyaknya alat transportasi Khadijah yang melewati jalur ini. Ia melebarkan sayap bisnis dan juga mempekerjakan beberapa orang. Karena keuletan dan manajemen produk yang berkembang, selanjutnya sekarang ia mencari seseorang yang memiliki kapasitas intelektual tinggi dan dapat dipercaya yang bisa ia kirim beserta rombongan yang bertugas mengawasi para pekerja lainnya.
Hubungan Khadijah dengan Rosulullah S.A.W.
Paman dari ayah Muhammad S.A.W. mengetahui apa yang sedang terjadi. Satu ketika salah satu rombongan Khadijah hampir berangkat, Abi Thalib mendekati Muhammad dan mengingatkannya untuk menemui Khadijah. Ia berkata bahwa rombongan Khadijah sedang menuju Syria dan berkata, “akan baik bagimu untuk menemuinya dengan membawa barangnya bersamaan dengan mereka. Saya tidak mempunyai apa-apa, kalaulah saya memiliki maka akan kuberikan barang itu padamu.”
Permulaan tahun kenabian Muhammad.
Ketika Muhammad diberkahi umur 25 tahun, dimana-mana Muhammad dikenal sebagai seorang yang terpuji dan kemuliaan akhlaqnya. Ia lalu diberi gelar “Al-Amin” dan “Ash-Shiddiq”. Hingga pada satu saat Khadijah secara tidak sengaja mengetahui percakapan antara Abu Thalib dan ponakannya. Ia langsung mengirimi sendiri sebuah surat permohonan pada Muhammad untuk membawa barang menuju Syria, yang dibantu pembantunya, Maisaroh dan berjanji akan memberikannya gaji dua kali lipat dari yang biasanya ia berikan kepada pekerja yang lain.
Muhammad menerima penawaran ini, karena kejujuran, pemahaman yang mendalam mengenai hal persediaan barang yang dimiliki, dan ternyata terjual dengan keuntungan berlipat. Ketika perjalanan itu selesai, Muhammad memperlakukan para sahabat dengan adil. Dari sana lah setiap orang memuji dirinya.
Ketika rombongan tersebut kembali ke Mekkah, lalu Khadijah mendapatkan informasi dari Maisaroh untuk menyelidiki keuntungan yang luar biasa dari rombongan yang dipimpinnya. Lalu Khadijah merasa sangat senang pada Muhammad, dan ia membayar gaji, lebih dari yang dijanjikan sebelumnya.
Apa yang diceritakan Maisaroh terkait Muhammad S.A.W. dan dampak yang (akan) terjadi padanya.
Ketika dalam perjalanan menuju Syria, Maisaroh menemukan banyak hal yang ia belum pernah saksikan sebelumnya. Sebagai contoh, saat di perjalanan ketika beristirahat dibawah pohon, mereka bertemu dengan seorang pendeta yang menanyakan kepada Maisaroh, “siapa pria itu?” dan dia menjawab, itu Muhammad S.A.W. yang tinggal di Makkah dari suku Quraisy. Pendeta itu kemudian mengatakan bahwa ia (Muhammad) akan menjadi seorang Nabi. Tanda-tanda kenabian terakhir yang disebutkan dalam kitab terdahulunya, muncul pada sosok Nabi. Dalam (perjalanan) kembalinya ke Syria, Muhammad tiba di Makkah pada siang hari, Khadijah pada saat itu sedang duduk diberanda rumahnya. Tanpa sengaja ia melihat Nabi dan melihat sosok malaikat menaunginya.
Pernikahan Nabi Muhammad S.A.W. dan Khadijah
Semua masyarakat suku Quraisy mengagumi Khadijah akan kekayaannya, kemakmuran hidupnya, kemuliaan karakternya, kedermawanan bertransaksinya, dan itu tidak menjadi hal yang mengherankan lagi dengan banyaknya pemimpin besar kaum Quraisy yang ingin menikahinya. Namun Khadijah tidak menerima lamaran siapapun pria disana. Namun ketika ia berkenalan dengan Nabi Muhammad, dan terus mendengar secara terus menerus mengenai kualitas (akhlaq) yang baik, yang memang pernah disaksikan orang banyak juga oleh dirinya, lalu ia menyimpan penghargaan yang tinggi pada beliau. Karena banyaknya (pujian) padanya, Khadijah pun ingin menikah dengan beliau.
Dia mengirim permohonan melalui Ya’la bin Umayah. Dan Muhammad S.A.W. menerima tawaran itu setelah berkonsultasi dengan pamannya, Abu Thalib, yang telah disepakati tanggal pernikahannya setelahnya. Setelah mendapat jawaban positif dari Muhammad, ia memanggil paman dari ayahnya, Amr bin Asad yang menjadi wali dan menceritakan semua hal yang terjadi padanya (rasa suka dan ingin menikahi Muhammad)
Para wanita arab bebas memutuskan untuk memilih calon suaminya kelak. Menurut persetujuan dari Hamzah, paman dari ayah Nabi Muhammad, para penghuni rumah Abu Thalib yang akan menggelar pernikahan di rumah Khadijah, juga mengundang seluruh kerabat dekatnya untuk merayakan momen membahagiakan. Abu Thalib melangsungkan upacara pernikahan setelah berkonsultasi dengan Amr bin Asad, yang disepakati mahar sebesar 500 Dirham. Umur Muhammad pada saat itu 25 tahun dan Khadijah 40 tahun. Pernikahan itu terjadi 15 tahun sebelum Muhammad diberi wahyu kenabian.
Dalam sebuah hadits dari Ibnu Abbas, ia menyatakan bahwa pernah ada satu wanita Makkah yang dikumpulkan di suatu tempat, tiba-tiba muncullah seorang pria yang menyatakan:
“Hey para wanita Mekkah! Disini kelak akan ada Nabi dari kota kalian yang diberi nama, Ahmad. Yang mana salah seorang wanita dari golongan kalian akan menikahinya, dan itu pasti akan terjadi (kenabian itu)”
Kebanyakan wanita saat itu tidak menanggapi serius pernyataan dari pemuda tadi, tapi Khadijah mencatat dengan baik dan (ternyata) berhasil mengikuti saran (pemuda tadi).
Khadijah masuk Islam
Setelah 15 tahun pernikahannya dengan Muhammad, Allah ternyata mengagungkan mahkota kenabian kepada Muhammad dengan kemuliaan, setelah Muhammad meninggalkan rumah, menyendiri berlindung di tempat yang tandus, di sebuah bukit yang kering disekitar Makkah (tahannus) dan sibuk mengingat Allah daripada sebelumnya selama 10 tahun lamanya.
Suatu ketika beliau bermeditasi (tahannus) di Gua Hiro, beliau mendapatkan perintah dari Allah melalui malaikat Jibril dengan menampakkan dirinya seraya berkata, “Ya Muhammad!” Ketika beliau menaikkan pandangannya, beliau melihat sebuah sinaran ketuhanan terpancar dihadapannya tepat didepan kening beliau dan tertulis sebuah kalimat, “Tiada tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah Rosululloh”.
Malaikat Jibril dengan erat mencengkram memeluk Muhammad S.A.W. dan memerintahkan untuk membaca. Lalu Muhammad menjawab dengan terbata-bata, “Saya tidak bisa membaca”. Dan Jibril mencengkram Muhammad kedua kalinya dan memerintahkan membaca lagi. Kali ini, Rosulullah pun menjawab, “Saya tidak bisa membaca”. Lalu malaikat Jibril mencengkram beliau untuk ketiga kalinya dan berkata:
“Bacalah dengan (menyebut) nama tuhanmu yang menciptakan, yang menciptakan manusia dari segumpal darah, bacalah dan tuhanmu yang maha pemurah, yang mengajarkan manusia dengan perantaraan kalam, dan mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya” (Al-‘Alaq 1-5)
Siti Khadijah sebagai contoh sahabat hidup.
Setelah kejadian yang mengagetkan berupa pesan kerasulan dan penyampaian wahyu pertama kepada Muhammad, yang menjadi sebuah perubahan besar. Beliau meninggalkan gua Hiro dan langsung berlari menuju rumahnya. Setelah tiba, beliau menceritakan seluruh kejadian yang terjadi pada Khadijah, istri tercintanya. Dengan perasaan yang masih takut beliau berkata (pada Khadijah), “Hidupku dalam bahaya, selimuti aku! Selimuti aku!” Lalu Khadijah menyelimutinya dengan selimut.
Ketika kondisi Muhammad sudah menenang, Khadijah menghibur dan menyemangati beliau sambil berkata, “Allah tak akan pernah menghinakanmu. Kau berdiri diatas jalur kebenaran, menghibur para tamu, mendukung orang miskin dan orang lemah. Kau adalah orang terpercaya dan sering menolong ketika dalam kesusahan. Allah takkan pernah meninggalkanmu sendirian”
Setelah itu, Khadijah pergi untuk menemui pendeta Kristen yang tinggal disekitar tanah Makkah. Pendeta itu bertanya padanya, “Wahai wanita mulia dari kaum Quraisy, apa yang membuatmu dating kemari?” Khadijah menjawab, “Saya datang kemari untuk menanyakan, siapa Jibril itu?”. Pendeta menjawab, “Allah itu Suci! Jibril itu adalah malaikat yang mengirimkan pesan kenabian (wahyu). Ia juga mengirimkan (wahyu) pada Musa dan Isa”.
Lalu Khadijah pergi menemui Idas, orang Kristen terpelajar. Kepadanya, Khadijah menanyakan hal sama. Ia (Idas) menjawab bahwa Jibril adalah salah satu malaikat tuhan yang juga (pernah mengirim wahyu) pada Musa yang juga ketika Allah menenggelamkan Fir’aun ke dalam laut. Ia juga datang kepada Isa, dan Allah juga (yang) menolongnya melalui malaikat Jibril.
Setelah mendengar hal ini, Khadijah pergi menemui sepupunya, Waroqoh bin Naufal, seorang Kristen terpelajar yang hebat yang mempelajari kitab-kitab terdahulu, (seperti) Taurot, Mazmur/Jabur, dan Injil yang diterjemahkan dari bahasa Syria ke bahasa Arab. Setelah Khadijah mendengarkan hal tersebut, Waroqoh lanjut berbicara, “Ya Khadijah, jika kamu bicara kebenaran (jujur tentang pertanyaan tadi), (saya katakan) bahwa ini adalah malaikat yang sama yang datang pada Musa dan Isa, dan sekarang datang pada Muhammad juga.”
Khadijah lalu kembali pulang dan menemui Waroqoh bin Naufal lagi. Kali ini dengan membawa Muhammad Rosulullah bersamanya. Setelah Waroqoh mendengar langsung dari mulut yang diberkahi sebagai Rosulullah S.A.W. apa yang terjadi padanya, ia langsung menyatakan, “Kabar gembira untukmu! Saya menyaksikan langsung bahwa anda adalah nabi setelah Isa bin Mariam ramalkan sebelumnya. Namun kemurnian yang engkau miliki itu, orang-orang akan menolaknya, mereka akan menentangmu. Bila saja saya bisa hidup panjang, maka pasti saya akan membantumu.” Bagaimanapun juga, (ternyata) Waroqoh bin Naufal akhirnya meninggal tidak lama setelah percakapan itu terjadi.
Khadijah meyakini seyakin-yakinnya, bahwa suaminya telah menjadi rosul Allah yang terakhir.
Alamah bin Khatir diperintahkan mengabari pada masa awal kenabian oleh Khadijah bahwa Rosulullah yang mulia menjadi nabi setelah kedatangan Jibril. Ketika ia (Alamah) dipinta hal itu, ia (Khadijah) berkata (pada Rosul), “Lain kali bila ia (Jibril) datang, tolong beritahu saya”. Oleh Karena itu, ketika Jibril kembali mendatangi Rosulullah, Khadijah langsung bertanya, “Bisakah kau melihatnya (Jibril) sekarang?”. Rosul menjawab, “Ya, saya bisa melihatnya”. Lalu Khadijah meminta suaminya untuk duduk disampingnya. Rosul pun berdiri dan duduk disamping Khadijah. Lalu Khadijah kembali bertanya, “Sekarang, apakah engkau bisa melihatnya lagi?”, Rosul menjawab, “Iya, saya bisa melihatnya”. Lalu Khadijah meminta suaminya untuk tidur di pangkuannya, dan Rosul mematuhinya. Khadijah kembali meminta Rosul, jika ia bisa melihat malaikat, maka ia akan memberitahunya, dan Rosul menyetujuinya. Lalu Khadijah mengambil syal dan meminta sekali lagi, ketika Rosul melihat malaikat.
Kali ini, Rosulullah berkata, “Tidak, sekarang saya tidak bisa melihatnya”. Khadijah menjawab, “Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa itu adalah malaikat dan engkau harus teguh, karena akan terus menerima wahyu kenabian.” Sesekalinya setan muncul dihadapanku, ia tidak akan menghilang seketika dari pandanganku, namun malaikat itu adalah mahluk yang pemalu (tidak menampakkan seenaknya tanpa perintah Allah)
Menurut salah satu hadits dari Ibnu Sa’ad, pernah satu ketika Afif Kandi datang ke Makkah untuk membeli sesuatu. Ia tinggal di rumah Abbas bin Muthalib. Satu waktu pada siang hari, dekat Ka’bah ia melihat pemuda datang ke Ka’bah, menaikkan pandangannya ke langit dan menghadapkannya ke kiblat. Beberapa saat kemudian, seorang anak laki-laki berdiri disisi kanan pemuda tadi. Lalu datanglah seorang wanita dan berdiri dibelakang mereka. Keduanya mengajak (seakan) berdo’a bersamanya (pemuda). Afif Kandi bertanya pada Abbas, siapa mereka? Lalu ia (Abbas) menjawab, “Pemuda itu adalah sepupuku, Muhammad. Sedang anak laki-laki itu bernama ‘Ali dan perempuan itu adalah Khadijah, istri Muhammad. Sepupuku berfikir bahwa agamanya sangat istimewa baginya. Apapun yang ia lakukan, semata-mata atas perintah dari Allah. Sejauh yang saya ketahui, tidak ada pengikut (agamanya) yang lain selain ketiga orang tadi”. Afif Kandi berkata bahwa setelah ia mendengar (cerita tadi), ia ingin menjadi yang keempat dari mereka.
(Bersambung edisi 2, tamat)
Home
Islamic View
Kisah Inspiratif
Khodijah R.Ah. teman hidup pertama Nabi Muhammad S.A.W. (bagian 1)
Khodijah R.Ah. teman hidup pertama Nabi Muhammad S.A.W. (bagian 1)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Total Pageviews
Follow us on facebook
Popular Posts
-
Kita sering lihat fenomena mesin waktu (time machine), kebanyakan yang masih ragu dan kurang percaya. Saya punya kisah nih kawan, waktu in...
-
Setiap kita pergi, kemanapun, kapanpun khususnya di Indonesia, kita sudah tak asing lagi dengan yang heterogenitas manusia. Pria dan wa...
-
Dari ke-enam series film Resident Evil, kali ini saya akan membagikan link download resident Evil 3 Extinction dengan kualitas gambar y...
-
Pernahkah kalian mendengar istilah TURN BACK CRIME dan TURN BACK SUNNAH? Atau bahkan kalian punya aksesorisnya (baju, topi, jaket, dll...
-
Baca dulu bagian pertama disini: Kisah Nabi Hud dan kaum Aad -Bagian Pertama Tahap pertama; kemarau panjang Ibnu Katsir berkata, P...
Blog Archive
Labels
About Me
Nineteenboy adalah sebuah alias bagi sosok Muhammad Rasyid Ridlo yang aktif blogging sejak tahun 2007 atau ketika saya masih duduk di bangku Aliyah kelas 1 (kelas 10-IPS). Gemar dengan hal-hal berbau Teknologi Informasi dan Komunikasi, Menulis, Membaca, Desain Grafis, dan Main Game. Read More...
khadijah menyingkapkan kain yang menutupi betis dan pahanya sehingga terlihat auratnya dan malaikat Jibril merasa malu dan pergi karena melihat aurat khadijah
ReplyDeleteBisa disertakan Hadis Riwayatnya, kawan?
Delete