Ada sorang pengunjung setia warung itu. Sebut saja namanya Pak Bahrul. Ia selalu datang setengah jam sebelum adzan dhuhur, duduk di tempat yang sama, memesan secangkir kopi dan sebatang rokok kretek. Ia sangat jarang berbicara. Seringkali diam seperti memikirkan sesuatu. Seluruh warga kampung sudah tahu kebiasaan Pak Bahrul. Mereka tidak pernah duduk di tempat yang biasa diduduki Pak bahrul. Meskipun seandainya ada warga yang duduk di tempat itu sebelum ia datang, Pak Bahrul tidak pernah protes apalagi marah. Saat adzan dhuhur berkumandang, ia akan langsung berdiri, mengeluarkan beberapa lembar uang ribuan, menyerahkannya pada pemilik warung sambil mengucapkan terima kasih, dan langsung menuju mushola.
Suatu siang, kali ini warung benar-benar ramai, hampir tak ada tempat yang kosong kecuali tempat untuk Pak Bahrul. Pria. wanita, tua, muda, berkumpul disitu. Suara mereka bersahut-sahutan. Ada yang mengeluh, ada yang menggunjing, ada yang menyombongkan diri, ada yang bersumpah serapah, dll. Tak lama, datanglah Pak Bahrul, yang langsung duduk di tempat biasanya. Ia tak perlu lagi memesan apa-apa, karena pemilik warung langsung meletakkan secangkir kopi dan sebatang rokok kretek bersama sebuah korek api di hadapannya. Ia mengucapkan terima kasih dan langsung menyalakan rokoknya. Para pengunjung warung tak ada yang memperhatikannya karena sibuk dengan kehebohan masing-masing. Tak lama kemudian, tiba-tiba...
Brakk!!!
Semua terkejut dan langsung terdiam. Mata mereka tertuju pada Pak Bahrul yang mereka yakini sebagai orang yang menggebrak meja. Pak Bahrul tetap diam sambil menghisap rokoknya dalam-dalam, seolah tak terjadi apa-apa. Hening, tak ada yang berani bertanya, hanya saling memandang. Lalu perlahan-lahan suasana kembali seperti semula, beberapa menyangka Pak Bahrul berusaha memukul lalat yang hinggap di meja. Warung pun ramai lagi oleh suara-suara mereka yang seolah-olah berlomba-lomba menjadi yang paling keras. Lalu beberapa menit kemudian...
Brakk!!!
Semua terkejut dan terdiam lagi. Kedua kalinya Pak Bahrul menggebrak meja, tak tampak seperti orang yang mengusir lalat. Semua saling berpandangan, tetap tak ada yang berani bertanya. Sementara itu, Pak Bahrul tetap diam sambil meminum kopinya. Semua pengunjung bingung, tapi perlahan-lahan mereka kembali bersikap seperti semula. Heboh lagi, ramai lagi. Dan beberapa menit kemudian...
Brakk!!!
Ini ketiga kalinya Pak Bahrul menggebrak meja. Dan akhirnya ada juga yang bertanya.
"Hei pak, ada apa sih dari tadi menggebrak meja?"
Pak Bahrul menghisap rokoknya dalam-dalam sebelum mematikannya. Lalu meminum tegukan terakhir kopinya. Menarik napas panjang lalu berdiri. Dan untuk pertama kalinya Pak Bahrul berbicara...
"Kalian ingin tahu?" sorot matanya tajam memandang satu persatu wajah mereka. Tak ada yang menjawab, bahkan mengangguk pun tidak. Semua masih terpaku dengan pandangan tajam Pak Bahrul. Lalu ia berkata..
"Gebrakan saya yang pertama maksudnya adalah surat Al Hujuraat ayat 11: Hai orang-orang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita mengolok-olok wanita lain, boleh jadi wanita-wanit (Yang diolok-olok) lebih baik daripada wanita yang (mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan panggilan yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah beriman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang dholim."
"Gebrakan saya yang kedua maksudnya adalah surat An Nisaa ayat 142 : Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk sholat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya' (dengan sholat) di hadapan manusia. Dan tidaklah menyebut Allah kecuali sedikit sekali."
"Gebrakan yang ketiga maksudnya adalah surat Al 'Ashr ayat 1-3 : Demi masa; sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya tetap dalam kesabaran"
"Paham??" suaranya menggelegar. Tak seorangpn menjawab. Semua seperti tertegun dengan penjelasan Pak bahrul. Sunyi tak ada yng berani menjawab.
Pak Bahrul mengeularkan beberpa uang ribuan. Ia letakkan di atas meja dan langsung beranjak pergi bertepatan dengan adzan dhuhur berkumandang..
Apakah kita termasuk salah satu pengunjung warung itu? Yang tertegun bukan karena mendengar ayat-ayat Allah melainkan karena mereka melihat Pak Bahrul yang mendadak bicara..
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar menggunakan bahasa yang baik dan sopan. Terimakasih sudah berkunjung.